STRATEGI
DAN KONSEP KOMUNIKASI
Prinsip dasar retorika
adalah komunikasi sehingga strategi pencapaian tujuannyan pun mengacu pada
strategi dan konsep komunikasi. Adapun istilah “konsep” pada hakikatnya
merupakan set dasar dan utama dari suatu teori. Secara alamiah dalam diri
manusia selalu terjadi proses pembuatan konsep ini. Peningakatan berteori
berkaitan erat dengan kecakapan dalam mempersepsi sesuatu. Kepandaian atau
inteligensi manusia tidak saja bisa meningkat dengan pengalaman, tetapi juga
dengan kemampuan untuk menarik manfaat dari pengalaman itu. Dalam hal ini ada
dua macam kemampuan yang ada korelasinya dengan inteligensi tadi, yaitu
kepandaian untuk menarik kesimpulan dan menjelaskan hal-hal yang diamati
melalui prinsip-prinsip umum. Penjelasan tersebut adalah apa yang disebut
dengan “konsep” (Newcomb, 1978:202).
Khusus dalam hal interaksi antar manusia
seperti pada forum retorika dapat dipastikan perseptor, baik orator maupun
hadirin, menganggap orang lain (masing-masing pihak yang dipersepsinya) sebagai
perseptor juga seperti halnya dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini orang
memperhatikan orang lain (O) akan beranggapan bahwa orang lain (OL) pun sama
mempersepsikan ciri-ciri yang menonjol dari situasi dan kondisi pada saat itu,
dan juga mempersepsi segala sesuatu yang mereka komunikasikan.
Dalam hal mempersepsi
suatu obyek atau stimulus, wilbur Schramm menjelaskan kerja otak manusia
(Onong, 1973:53) dengan mengilustrasikan pada suatu diagram yang telah dibahas
dalam mekanisme psikologis suatu komunikasi apapun, termasuk retorika.
Lyle Bourne dalam buku Human Conceptual
Bahavior menyatakan, konsep muncul kapan saja di saat dua atau lebih obyek
serta peristiwa yang berbeda dikelompokkan untuk dijadikan bagian dari obyek
lain atas dasar kesamaan ciri dan sifat masing-masing. Suatu konsep di bentuk
dengan melihat dunia tidak terpecah-pecah , melainkan dengan mengorganisasikannya
dalam bentuk hierarki misalnya. Dengan demikian orang bisa mengelompokkan obyek
tertentu atas dasar pengamatan komunalitas, sehingga dia akan mengatakan apel
sebagai sebagai salah satu jenis buah-buahan (Littlejohn,1978:136). Dalam hal
ini perilaku konseptual mencakup dua aktivitas utama, yaitu mengkaji tentang
“konsep” (conceptual formation dan “penggunaannya” (concept utilization) dalam
kehidupan.
Strategi, berasal dari istilah bahasa
yunani yang aslinya berarti “seni sang jenderal” atau “kapal sang jenderal”
dankemudian diperluas mencakup seni para laksamana dan komandan angkatan udara
(Sills, 1972:281). Dari perspektif psikologi, strategi dianggap sebagai metode pengumpulan
informasi dan pengorganisasiannya sehingga dapat menetapkan suatu hipotesis.
Dalam proses penentuannya, strategi ini merupakan proses berpikir yang mencakup
pada apa yang disebut simultaneous scanning (pengamatan simultan) dan
conservative focusing (pemusatan perhatian). Maksudnya, strategi dilakukan
dengan mengadakan pengamatan secara terpusat dan hati-hati. Sehingga bisa
memilih dan memilahtindakan-tindakan yang lebih efektif untuk mencapai suatu
tujuan (John, 1972:52) strategi
merupakan upaya pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Karena itu pula
littlejohn menyamakan strategi ini dengan “rencana suatu tindakan” dan
metodologinya yang sangat mendasar dikemukakan Burke (Littlejohn,1978:72)
sebagai the dramatistic pentad (segi limadramatistik) dengan perincian sebagai
berikut :
Act, scene, agent, agency, purpose.
Strategi merupakan
rancangan atau desain kegiatan dalam wujud penentuan serta penempatan semua
sumberdaya yang menunjang keberhasilan suatu pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Kebijaksanaan, pada hakikatnya merupakan seni pengambilan keputusan
yang teliti serta hati-hati dan didominasi oleh preosedur yang bersifat efektif
dan efisien dalam memilih suatu tindakan (majone, 1981:15).
Konsep utama dalam melakukan
kebijaksanaan ataupun perencanaan itu tiada lain adalah berfikir secara
rasional berdasarkan fakta, data, dan fenomena yang ada untuk dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan guna mewujudkan apa yang ingin dicapai. Allah
Swt melalui surat al-Hasyr:18 telah mewajibkan kepada manusia untuk
memperhatikan apa yang telah dikerjakannya untuk hari esok, dalam arti tersirat
adanya kewajiban untuk merencananakan segala sesuatu tindakan yang akan
dilakukannya. Sudah tentu dengan mempertimbangkan fakta, adta, dan fenomena yang
dihadapinya. Maka berdasarkan ketiga unsur itu, perhatian pun dipusatkan pada
pemikiran yang diarahkan kepada persoalan yang bisa dinyatakan dalam rumus
5W+1H sebagai akronim dari pertanyaan-pertanyaan:
What, why, who, where, when, dan how.
Adapun uraian suatu kebijaksanaan yang
dilandasi pertimbangan demikian dapat dianggap sebagai pola tindakan yang
mencakup unsur-unsur pengikat suatu keahlian berpikir dalam menentukan langkah kerja. Dalam hal ini
Majone (1981:18) mengemukakan empat unsur pokok sebagai timbulnya suatu tugas
yakni: 1) materi, 2) dayaguna, 3) formal, 4) final.
Konklusi merupakan
hubungan antara komunikasi antara antar unsur-unsur tersebut dengan
implementasinya. Maka analisis pemikiran dalam suatu kebijaksanaan pun akan
mencakup masalah data, fakta, informasi, argumen, dan konklusi. Apabila
dikonfirmasikan dengan teori the dramatistic pentad tadi, kiranya keempat unsur
utama “penyebab timbulnya tugas” tersebut merupakan komponen yang menjiwai
kelima segi unsur strategi. Dengan kata lain, strategi suatu tindakan adalah
“kebijaksanaan” dalam mengatur komunikasi di antara aksi-aksi yang harus
diambil, pelaksananya (aktor), suasana, alat,dan tujuan (maksud) setiap aksi
(tindakan) itu, dengan memperhatikan unsur-unsur materi, daya guna, formalitas,
dan finalisasi (konklusi) yang ditetapkan sebagai keputusan terakhir. Sedangkan
kebijaksanaan merupakan pola pikir dalam mengambil keputusan untuk menetapkan
pengaturan dan penataan komunikasi antar sumberdaya yang ada, serta
menghubungkannya dengan implementasinya yang akan diwujudkan dalam bentuk
taktik. Dalam proses “penyusunan strategi” tindakan terakhir yang dimaksudkan
tadi adalah keputusan untuk memilih, memilah, mempertimbangkan, dan menetapkan
unsur-unsur serta kebijakan yang bisa digunakan untuk menunjang kelancaran
jalannya pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sudah tentu
semuanya menuntut adanya pemikiran yang didasari pengalaman, pengetahuan, dan
praktik-praktik yang melandasi terwujudnya suatu “konsep”.
STRATEGI
KOMUNIKASI DALAM RETORIKA
Karena retorika memiliki prinsip dasar komunikasi, maka dalam
penyusunan strateginya pun memperhitungkan strategi komunikasi pula. Strategi
pada komunikasi dapat dikatakan suatu pola pikir dalam merencanakan kegiatan
mengubah sikap, sifat, pendapat, dan tingkah laku khalayak atas dasar skala
yang luas melalui penyampaian gagasan. Orientasinya terpusat pada tujuan akhir
yang hendak dicapai dan merupakan kerangka sistematis pemikiran untuk bertindak
dalam melakukan komunikasi. Dengan demikian strategi komunikasi adalah bagian
dari perencanaan komunikasi, sedangkan perencanaan komunikasi itu sendiri,
selain langkah awal dari proses pelaksanaan retorika, juga merupakan
pengejewantahan dari kebijaksanaan dalam menentukan langkah-langkah dan sumber
daya yang harus digunakan dalam proses retorikannya.
Kebijaksanaan komunikasi bagi retorika dapat disimpulkan
sebagai kumpulan azas, norma, dan pertimbangan yang disusun untuk memadukan
seluruh komponen dan perilaku komunikasi. Seperti halnya dalam melakukan
komunikasi, komunikator harus memahami adanya sumber dan menafsirkan tujuan
stimulusnya. Demikian pula komunikator harus memikirkan pembuatan pesan yang
akan disampaikannya sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapainya. Pendek
kata, kebijaksanaan dimaksud merupakan perbuatan atau prosedur yang dipikirkan
secara hati-hati sesuai dengan kelayakan serta kecerdikan komunikatornya dalam
menyusun struktur (yang melibatkan hierarki, fungsi, dan posisi komponen)
organisasi komunikasinya.
Sementara itu perencanaan umumnya menggambarkan tentang cara
atau langkah yang telah diputuskan dan akan dilaksanakan dalam upaya pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Sebagai proses pembuatan rencana, perencanaan
komunikasi pun merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk: (1) menentukan
atau membatasi masalah, (2) memilih sasaran dan tujuan, (3) memikirkan
cara-cara untuk melaksanakan upaya pencapaian tujuan, dan (4) mengukur kemajuan
ke arah berhasilnya tujuan itu. Oleh karena Onong menegaskan bahwa strategi komunikasi adalah perencanaan
dan manajemen untuk mencapai tujuan komunikasi. Menurutnya, untuk mencapai
tujuan itu strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan
arah jalan, melainkan juga harus mempu menunjukkan bagaimana taktik
operasionalnya. Strategi komunikasi dimaksud harus mampu menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara praktis bisa dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan bisa
berbeda setiap saat tergantung pada situasi dan kondisi yang timbul saat
komunikasi itu berlangsung.
Dalam hal penyusunan strategi
komunikasi, Onong mensyaratkan adanya pemikiran ke arah menentukan; (1)
tujuan sentral kegiatan (komunikasi) yang akan dilaksanakan, dan (2) korelasi
antar komponen yang menunjang serta memperlancar kegiatan (komunikasi)
tersebut. Mengenai tujuan sentral komunikasi Onong menunjuk pernyataan R. Wayne
Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dalas Burnet dalam buku Techniques for Effective Communication yang menyebutkan bahwa
tujuan utama kegiatan komunikasi ada tiga, yakni: to secure understanding, to establish acceptance, dan to motivate action.
Tujuan to secure
understanding adalah memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang
diterimanya. Apabila tampak adanya pengertian dari mereka dan mau menerimanya,
maka penerimaan itu harus dibina dengan cara atau tujuan kedua (to establish acceptance), sehingga
akhirnya kegiatan komunikan bisa diarahkan (to
motivate action) pada tindakan yang dikehendaki komunikatornya. Dalam
retorika, orator harus bertindak sebagai komunikator. Selain dari itu Onong
(1995 : 35) mengingatkan bahwa komunikasi merupakan proses yang rumit.
Penyusunan strateginya memerlukan pemikiran dan memperhitungkan faktor
pendukung dan penghambat. Komponen yang dimaksud adalah: (a) sasaran
komunikasi, yang mencakup faktor kerangka referensi dan faktor situasi kondisi;
(b) media komunikasi; (c) tujuan pesan komunikasi, yang pada hakikatnya
disampaikan melalui isi serta simbolnya; dan (d) peranan komunikator dalam
komunikasi yang meliputi daya tarik dan kredebilitasnya.
Dengan demikian strategi komunikasi dalam retorika
mencerminkan kebijaksanaan dalam merencanakan masalah yang dipilih dan kegiatan
komunikasi yang akan dilakukan guna memecahkan masalah itu, sedangkan manajemen
komunikasinya menata dan mengatur tindakan yang akan diambil terhadap sumber
daya yang tersedia guna melaksanakan strategi retorika itu. Dengan kata lain, strategi komunikasi dalam retorika menyangkut
apa yang akan dilakukan (what to do), bagaimana
hal itu bisa terjadi (how to make it
happen). Secara singkat, Ahmad (1979: 39-41) menyusun strategi komunikasi
melalui enam tahapan: 1) pengumpulan data dasar dan perkiraan kebutuhan; 2)
perumusan sasaran dan tujuan komunikasi; 3) analisis perencanaan dan penyusunan
strategi; 4) analisis khalayak dan segmentasinya; 5) seleksi media; dan 6)
desain berikut penyusunan pesan.
Pengumpulan data dasar dan perkiraan kebutuhan
Informasi yang bersifat data dasar (base- line data) dan perkiraan kebutuhan (need assessment) adalah faktor penting dalam menentukan perumusan
sasaran dan tujuan komunikasi, dalam mendesain strategi komunikasi dan
mengevaluasi keefektifan komunikasi. Sasaran komunikasi biasanya dirumuskan
atas dasar kepentingan dan kebutuhan khalayak yang diamati. Demikian pula
prosedur evaluasi terhadap kegiatan komunikasi yang akan dilaksanakannya, baik
secara formatif maupun summatif, sangat tergantung pada data dasar, terutama
untuk bahan perbandingan. Dalam hal ini dikemukakan tiga komponen utama yang
memerlukan koleksi data, yaitu:
1.
Khalayak
sasaran (target audience) mencakup:
a) jumlah dan lokasi khalayak yang hendak dicapai; b) profil sosio-ekonominya
seperti: kelompok umur, pola-pola hidup keluarga, sistem kepercayaan
tradisional (adat kebiasaan), norma-norma, nilai-nilai, dan lain-lain; d)
sumber-sumber informasinya; dan e) pola-pola adat kebiasaan media.
2.
Pengetahuan,
sikap, dan praktik yang meliputi: a) tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik
khalayak sasaran bertalian dengan gagasan yang akan disampaikan; dan b)
bagaimana preskripsi-preskripsi sikap (seperti kesukaan dan ketidaksukaan)
khalayak sasaran bertalian dengan gagasan yang hendak ditawarkan.
3.
Inventarisasi
media dan dampak, meliputi: a) pengadaan (availabilitas)
dan perolehan (aksebilitas) dari
media (saluran) komunikasi yang berbeda-beda; b) inventarisasi perangkat keras dan
lunak; c) profil media seperti: readership,
listenership, tingkat kejenuhan media, dan lain-lain; d) persepsi-persepsi
visual, auditif, audio visual, dan sebagainya.
Perumusan sasaran dan tujuan komunikasi
Pada tingkat ini ada empat persoalan pokok yang perlu
dipertanyakan untuk menentukan arah sasaran dan tujuan komunikasi yang
direncanakan: a) siapa yang menjadi khalayak sasaran tertentu dan harus
dicapai? Khalayak sasaran ini diusahakan sekhusus mungkin, dan dapat terdiri
dari beberapa kelompok sasaran prioritas; b) di mana kelompok khusus (tertentu)
itu berlokasi?; c) mengapa kelompok tertentu itu dipilih menjadi kelompok
sasaran?; d) dengan alasan apa (mengapa) harus dicapai, maka jenis pesan apa
yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran tertentu itu? Tahapan kedua ini
sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari tahap pertama, sebab kedua tahapan
tersebut bekerja secara timbal-balik sehingga harus dilakukan secara simultan,
terutama dalam menjawab persoalan “siapa” dan “di mana”.
Analisis perencanaan dan penyusunan strategi
Langkah berikutnya adalah menerjemahkan sasaran dan
pernyataan kebutuhan itu ke dalam satu strategi komunikasi yang bisa
dikerjakan. Ada dua aspek yang saling berhubungan dari penyusunan strategi,
yaitu pemilihan pendekatan komunikatif dan penentuan jenis pesan yang
disampaikan.
Analisis khalayak dan segmentasinya
Analisis khalayak sasaran merupakan faktor yang paling
penting dalam mendesain suatu strategi komunikasi yang efektif. Segmentasi
khalayak biasanya perlu, karena adanya ciri-ciri maupun kebutuhan yang berbeda
dari khalayak. Dalam hal ini profil khalayak tercermin dari gaya hidup, sikap,
dan nilai-nilai pemikirannya, yang bisa memudahkan pembuatan pesan yang akan
disampaikan komunikator.
Seleksi media
Dalam menyeleksi media harus didaftarkan saluran-saluran
komunikasi yang bisa mencapai khalayak. Kemudian setiap medium dievaluasi dalam
batas-batas aplikabilitasnya untuk melaksanakan pencapaian tujuan komunikasi
yang spesifik itu.
Desain dan penyusunan pesan
Dalam tahapan ini tema pesan, tuturan, dan penyajiannya harus
ditentukan. Karenanya kegiatan pokok dari tahapan ini adalah mendesain
prototipe bahan komunikasi yang juga memerlukan evaluasi formatif seperti
pre-testing bahan prototipe pada khalayak sasaran. Khusus mengenai efek-efek
yang perlu dipikirkan dalam menyusun strategi komunikasi, terutama dalam rangka
pencapaian tujuan yang spesifik, Eric N. Berkowitz bersama Roger A. Kerin
mengingatkan pendapat Lavidge tentang perlunya penentuan tujuan yang didasarkan
pada hierarki efek yang merupakan
rangkaian tingkat kesiapan komunikan dalam menerima pesan komunikasi yang
disampaikan kepadanya. Hierarki efek dimaksud terdiri dari lima tahap, yaitu:
1) avereness (mengetahui atau
menyadari), tahap di mana komunikan mampu mengenal atau mengingat pesan yang
disampaikan kepadanya; 2) interest (perhatian
atau minat), tahap di mana terjadi peningkatan keinginan komunikan untuk
mempelajari beberapa keistimewaan dari pesan atau stimulus yang datang
kepadanya; 3) evaluation (penilaian),
tahap di mana komunikan menilai pesan atau stimulus yang diterimannya serta
dikonfirmasikan dengan perasaan dan harapannya; 4) trial (percobaan), tahap di mana timbul kesungguhan komunikan untuk
mencoba melaksanakan atau menggunakan pesan (gagasan atau barang); dan 5) adoption (pengadopsian), tahap di mana
komunikan menerima atau memanfaatkan serta melaksanakan pesan setelah
memperoleh pengalaman yang menyenangkan pada tahap percobaan tadi. Maksudnya,
proses persuasi ataupun komunikasi dalam satu forum tertentu, seperti retorika,
komunikan atau audiens tidak selalu mengubah dirinya secara tiba-tiba dari
insan yang tidak tertarik pada pesan komunikasi langsung menjadi yang
berkeyakinan akan manfaat pesan yang diterimanya itu.
METODE DAN TEKNIK
KOMUNIKASI BAGIRETORIKA
Mengacu pada tujuan khusus komunikasi kita mengenal beberapa
jenis. Untuk tujuan memberitahukan segala peristiwa yang terjadi sehari-hari,
dapat dilakukan dengan menggunakan jurnalistik
sebagai metodenya.
Untuk tujuan menciptakan dan membina hubungan harmonis antara
lembaga dengan publiknya, orang melakukannya dengan menggunakan metode public relation. Kegiatannya merupakan
satu usaha dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara institusi dengan
publik melalui program kerja yang positif. Suatu hubungan “memberi dan
menerima” antara kedua belah pihak sehingga terjalin suasana akrab. Hubungan
dimaksud dibentuk melalui program kerja yang positif, dalam arti berusaha
secara sistematis guna meningkatkan pengertian, jasa baik (good will), dan kepercayaan publik, serta secara intensif
menghilangkan atau mengurangi suara-suara negatif dari publiknya.
Untuk tujuan memberitahu dan menjelaskan sesuatu yang belum
pernah diketahui khalayaknya, komunikasi dilakukan dengan metode yang dikenal
dengan sebutan pendidikan. Dalam
kegiatannya pendidikan merupakan suatu upaya penyesuaian individu dengan
suasana dan tuntuta zaman. Khusus bagi bangsa Indonesia, tujuan pendidikan yang
sangat mendasar dan elementer adalah:
1.
Mengembangkan
semua bakat dan kemampuan seseorang baik yang masih kanak-kanak, maupun yang
sudah dewasa, sedemikian rupa sehingga perkembangan tadi mencapai tingkat
optimum dalam batas hakikat orang tadi. Pengembangan optimum ini mendasari
kemampuan manusia untuk hidup dan bertahan dalam masyarakat secara terhormat.
2.
Menempatkan
bangsa Indonesia pada tempat terhormat dalam pergaulan antar bangsa sedunia.
Untuk tujuan memberitahu dalam arti menjelaskan sesuatu yang
telah dikenal (diketahui keberadaannya), komunikasi dilakukan dengan
menggunakan metode yang disebut penerangan
atau penyuluhan yang diarahkan
untuk membuat terang dan jelas sesuatu yang telah diketahui keberadaannya.
Maksudnya, meskipun sesuatu itu telah diketahui keberadaannya, namun belum
jelas hal ihwalnya, baik ciri, fungsi, dan manfaatnya.
Untuk tujuan membujuk dan mengajak orang berbuat kebaikan
secara agamis, komunikasi dilakukan dengan metode dakwah (Islam), misi (Katolik),
dan zending (Protestan). Aktivitasnya
berupa penyebaran ajaran serta ajakan agar orang mau menganut agama yang dianjurkannya.
Untuk tujuan mengisi pikiran orang lain dengan suatu dogma,
komunikasi dilakukan dengan menggunakan indoktrinasi
(penataran). Kegiatan ini diarahkan untuk mengubah jalan pikiran atau
kepercayaan dengan menanamkan ideologi atau falsafah hidup tertentu pada diri
orang lain.
Untuk tujuan membujuk orang agar menganut suatu kepercayaan
atau melakukan tindakan tertentu serta meyakinkan kebenaran kepercayaan,
dilakukan dengan propaganda.
Kegiatannya diarahkan pada upaya menyebarkan suatu pola prilaku, usaha bersama
dalam pengamalan serta memajukan suatu doktrin, atau mempengaruhi kegiatan
orang dengan memanipulasi pandangannya.
Sebenarnya banyak lagi
cara lain untuk mengkomunikasikan suatu gagasan, jasa, ataupun barang selain
dari metode komunikasi yang telah diuraikan tadi. Apabila kita cermati tujuan
akhirnya, semua metode itu jelas hanya berusaha mengubah sikap, sifat,
pendapat, dan prilaku orang yang dijadikan sasaran.
nice gan
BalasHapus