Source: http://caramembuat524.blogspot.com/2014/01/cara-agar-blog-tidak-bisa-di-copy-paste.html

Sabtu, 05 Mei 2012

Strategi Retorika


STRATEGI DAN KONSEP KOMUNIKASI

Prinsip dasar retorika adalah komunikasi sehingga strategi pencapaian tujuannyan pun mengacu pada strategi dan konsep komunikasi. Adapun istilah “konsep” pada hakikatnya merupakan set dasar dan utama dari suatu teori. Secara alamiah dalam diri manusia selalu terjadi proses pembuatan konsep ini. Peningakatan berteori berkaitan erat dengan kecakapan dalam mempersepsi sesuatu. Kepandaian atau inteligensi manusia tidak saja bisa meningkat dengan pengalaman, tetapi juga dengan kemampuan untuk menarik manfaat dari pengalaman itu. Dalam hal ini ada dua macam kemampuan yang ada korelasinya dengan inteligensi tadi, yaitu kepandaian untuk menarik kesimpulan dan menjelaskan hal-hal yang diamati melalui prinsip-prinsip umum. Penjelasan tersebut adalah apa yang disebut dengan “konsep” (Newcomb, 1978:202).
Khusus dalam hal interaksi antar manusia seperti pada forum retorika dapat dipastikan perseptor, baik orator maupun hadirin, menganggap orang lain (masing-masing pihak yang dipersepsinya) sebagai perseptor juga seperti halnya dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini orang memperhatikan orang lain (O) akan beranggapan bahwa orang lain (OL) pun sama mempersepsikan ciri-ciri yang menonjol dari situasi dan kondisi pada saat itu, dan juga mempersepsi segala sesuatu yang mereka komunikasikan.
Dalam hal mempersepsi suatu obyek atau stimulus, wilbur Schramm menjelaskan kerja otak manusia (Onong, 1973:53) dengan mengilustrasikan pada suatu diagram yang telah dibahas dalam mekanisme psikologis suatu komunikasi apapun, termasuk retorika.
Lyle Bourne dalam buku Human Conceptual Bahavior menyatakan, konsep muncul kapan saja di saat dua atau lebih obyek serta peristiwa yang berbeda dikelompokkan untuk dijadikan bagian dari obyek lain atas dasar kesamaan ciri dan sifat masing-masing. Suatu konsep di bentuk dengan melihat dunia tidak terpecah-pecah , melainkan dengan mengorganisasikannya dalam bentuk hierarki misalnya. Dengan demikian orang bisa mengelompokkan obyek tertentu atas dasar pengamatan komunalitas, sehingga dia akan mengatakan apel sebagai sebagai salah satu jenis buah-buahan (Littlejohn,1978:136). Dalam hal ini perilaku konseptual mencakup dua aktivitas utama, yaitu mengkaji tentang “konsep” (conceptual formation dan “penggunaannya” (concept utilization) dalam kehidupan.
Strategi, berasal dari istilah bahasa yunani yang aslinya berarti “seni sang jenderal” atau “kapal sang jenderal” dankemudian diperluas mencakup seni para laksamana dan komandan angkatan udara (Sills, 1972:281). Dari perspektif psikologi, strategi dianggap sebagai metode pengumpulan informasi dan pengorganisasiannya sehingga dapat menetapkan suatu hipotesis. Dalam proses penentuannya, strategi ini merupakan proses berpikir yang mencakup pada apa yang disebut simultaneous scanning (pengamatan simultan) dan conservative focusing (pemusatan perhatian). Maksudnya, strategi dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara terpusat dan hati-hati. Sehingga bisa memilih dan memilahtindakan-tindakan yang lebih efektif untuk mencapai suatu tujuan (John, 1972:52)  strategi merupakan upaya pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Karena itu pula littlejohn menyamakan strategi ini dengan “rencana suatu tindakan” dan metodologinya yang sangat mendasar dikemukakan Burke (Littlejohn,1978:72) sebagai the dramatistic pentad (segi limadramatistik) dengan perincian sebagai berikut :
Act, scene, agent, agency, purpose.
Strategi merupakan rancangan atau desain kegiatan dalam wujud penentuan serta penempatan semua sumberdaya yang menunjang keberhasilan suatu pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Kebijaksanaan, pada hakikatnya merupakan seni pengambilan keputusan yang teliti serta hati-hati dan didominasi oleh preosedur yang bersifat efektif dan efisien dalam memilih suatu tindakan (majone, 1981:15).
Konsep utama dalam melakukan kebijaksanaan ataupun perencanaan itu tiada lain adalah berfikir secara rasional berdasarkan fakta, data, dan fenomena yang ada untuk dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mewujudkan apa yang ingin dicapai. Allah Swt melalui surat al-Hasyr:18 telah mewajibkan kepada manusia untuk memperhatikan apa yang telah dikerjakannya untuk hari esok, dalam arti tersirat adanya kewajiban untuk merencananakan segala sesuatu tindakan yang akan dilakukannya. Sudah tentu dengan mempertimbangkan fakta, adta, dan fenomena yang dihadapinya. Maka berdasarkan ketiga unsur itu, perhatian pun dipusatkan pada pemikiran yang diarahkan kepada persoalan yang bisa dinyatakan dalam rumus 5W+1H sebagai akronim dari pertanyaan-pertanyaan:
What, why, who, where, when, dan how.
Adapun uraian suatu kebijaksanaan yang dilandasi pertimbangan demikian dapat dianggap sebagai pola tindakan yang mencakup unsur-unsur pengikat suatu keahlian berpikir dalam  menentukan langkah kerja. Dalam hal ini Majone (1981:18) mengemukakan empat unsur pokok sebagai timbulnya suatu tugas yakni: 1) materi, 2) dayaguna, 3) formal, 4) final.
Konklusi merupakan hubungan antara komunikasi antara antar unsur-unsur tersebut dengan implementasinya. Maka analisis pemikiran dalam suatu kebijaksanaan pun akan mencakup masalah data, fakta, informasi, argumen, dan konklusi. Apabila dikonfirmasikan dengan teori the dramatistic pentad tadi, kiranya keempat unsur utama “penyebab timbulnya tugas” tersebut merupakan komponen yang menjiwai kelima segi unsur strategi. Dengan kata lain, strategi suatu tindakan adalah “kebijaksanaan” dalam mengatur komunikasi di antara aksi-aksi yang harus diambil, pelaksananya (aktor), suasana, alat,dan tujuan (maksud) setiap aksi (tindakan) itu, dengan memperhatikan unsur-unsur materi, daya guna, formalitas, dan finalisasi (konklusi) yang ditetapkan sebagai keputusan terakhir. Sedangkan kebijaksanaan merupakan pola pikir dalam mengambil keputusan untuk menetapkan pengaturan dan penataan komunikasi antar sumberdaya yang ada, serta menghubungkannya dengan implementasinya yang akan diwujudkan dalam bentuk taktik. Dalam proses “penyusunan strategi” tindakan terakhir yang dimaksudkan tadi adalah keputusan untuk memilih, memilah, mempertimbangkan, dan menetapkan unsur-unsur serta kebijakan yang bisa digunakan untuk menunjang kelancaran jalannya pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sudah tentu semuanya menuntut adanya pemikiran yang didasari pengalaman, pengetahuan, dan praktik-praktik yang melandasi terwujudnya suatu “konsep”.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM RETORIKA

Karena retorika memiliki prinsip dasar komunikasi, maka dalam penyusunan strateginya pun memperhitungkan strategi komunikasi pula. Strategi pada komunikasi dapat dikatakan suatu pola pikir dalam merencanakan kegiatan mengubah sikap, sifat, pendapat, dan tingkah laku khalayak atas dasar skala yang luas melalui penyampaian gagasan. Orientasinya terpusat pada tujuan akhir yang hendak dicapai dan merupakan kerangka sistematis pemikiran untuk bertindak dalam melakukan komunikasi. Dengan demikian strategi komunikasi adalah bagian dari perencanaan komunikasi, sedangkan perencanaan komunikasi itu sendiri, selain langkah awal dari proses pelaksanaan retorika, juga merupakan pengejewantahan dari kebijaksanaan dalam menentukan langkah-langkah dan sumber daya yang harus digunakan dalam proses retorikannya.
Kebijaksanaan komunikasi bagi retorika dapat disimpulkan sebagai kumpulan azas, norma, dan pertimbangan yang disusun untuk memadukan seluruh komponen dan perilaku komunikasi. Seperti halnya dalam melakukan komunikasi, komunikator harus memahami adanya sumber dan menafsirkan tujuan stimulusnya. Demikian pula komunikator harus memikirkan pembuatan pesan yang akan disampaikannya sehubungan dengan tujuan yang ingin dicapainya. Pendek kata, kebijaksanaan dimaksud merupakan perbuatan atau prosedur yang dipikirkan secara hati-hati sesuai dengan kelayakan serta kecerdikan komunikatornya dalam menyusun struktur (yang melibatkan hierarki, fungsi, dan posisi komponen) organisasi komunikasinya.
Sementara itu perencanaan umumnya menggambarkan tentang cara atau langkah yang telah diputuskan dan akan dilaksanakan dalam upaya pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Sebagai proses pembuatan rencana, perencanaan komunikasi pun merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk: (1) menentukan atau membatasi masalah, (2) memilih sasaran dan tujuan, (3) memikirkan cara-cara untuk melaksanakan upaya pencapaian tujuan, dan (4) mengukur kemajuan ke arah berhasilnya tujuan itu. Oleh karena Onong menegaskan bahwa strategi komunikasi adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan komunikasi. Menurutnya, untuk mencapai tujuan itu strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah jalan, melainkan juga harus mempu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Strategi komunikasi dimaksud harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis bisa dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan bisa berbeda setiap saat tergantung pada situasi dan kondisi yang timbul saat komunikasi itu berlangsung.
Dalam hal penyusunan strategi komunikasi, Onong mensyaratkan adanya pemikiran ke arah menentukan; (1) tujuan sentral kegiatan (komunikasi) yang akan dilaksanakan, dan (2) korelasi antar komponen yang menunjang serta memperlancar kegiatan (komunikasi) tersebut. Mengenai tujuan sentral komunikasi Onong menunjuk pernyataan R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dalas Burnet dalam buku Techniques for Effective Communication yang menyebutkan bahwa tujuan utama kegiatan komunikasi ada tiga, yakni: to secure understanding, to establish acceptance, dan to motivate action.
Tujuan to secure understanding adalah memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Apabila tampak adanya pengertian dari mereka dan mau menerimanya, maka penerimaan itu harus dibina dengan cara atau tujuan kedua (to establish acceptance), sehingga akhirnya kegiatan komunikan bisa diarahkan (to motivate action) pada tindakan yang dikehendaki komunikatornya. Dalam retorika, orator harus bertindak sebagai komunikator. Selain dari itu Onong (1995 : 35) mengingatkan bahwa komunikasi merupakan proses yang rumit. Penyusunan strateginya memerlukan pemikiran dan memperhitungkan faktor pendukung dan penghambat. Komponen yang dimaksud adalah: (a) sasaran komunikasi, yang mencakup faktor kerangka referensi dan faktor situasi kondisi; (b) media komunikasi; (c) tujuan pesan komunikasi, yang pada hakikatnya disampaikan melalui isi serta simbolnya; dan (d) peranan komunikator dalam komunikasi yang meliputi daya tarik dan kredebilitasnya.
Dengan demikian strategi komunikasi dalam retorika mencerminkan kebijaksanaan dalam merencanakan masalah yang dipilih dan kegiatan komunikasi yang akan dilakukan guna memecahkan masalah itu, sedangkan manajemen komunikasinya menata dan mengatur tindakan yang akan diambil terhadap sumber daya yang tersedia guna melaksanakan strategi retorika itu. Dengan kata lain, strategi komunikasi dalam retorika menyangkut apa yang akan dilakukan (what to do), bagaimana hal itu bisa terjadi (how to make it happen). Secara singkat, Ahmad (1979: 39-41) menyusun strategi komunikasi melalui enam tahapan: 1) pengumpulan data dasar dan perkiraan kebutuhan; 2) perumusan sasaran dan tujuan komunikasi; 3) analisis perencanaan dan penyusunan strategi; 4) analisis khalayak dan segmentasinya; 5) seleksi media; dan 6) desain berikut penyusunan pesan.

Pengumpulan data dasar dan perkiraan kebutuhan
Informasi yang bersifat data dasar (base- line data) dan perkiraan kebutuhan (need assessment) adalah faktor penting dalam menentukan perumusan sasaran dan tujuan komunikasi, dalam mendesain strategi komunikasi dan mengevaluasi keefektifan komunikasi. Sasaran komunikasi biasanya dirumuskan atas dasar kepentingan dan kebutuhan khalayak yang diamati. Demikian pula prosedur evaluasi terhadap kegiatan komunikasi yang akan dilaksanakannya, baik secara formatif maupun summatif, sangat tergantung pada data dasar, terutama untuk bahan perbandingan. Dalam hal ini dikemukakan tiga komponen utama yang memerlukan koleksi data, yaitu:
1.      Khalayak sasaran (target audience) mencakup: a) jumlah dan lokasi khalayak yang hendak dicapai; b) profil sosio-ekonominya seperti: kelompok umur, pola-pola hidup keluarga, sistem kepercayaan tradisional (adat kebiasaan), norma-norma, nilai-nilai, dan lain-lain; d) sumber-sumber informasinya; dan e) pola-pola adat kebiasaan media.
2.      Pengetahuan, sikap, dan praktik yang meliputi: a) tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik khalayak sasaran bertalian dengan gagasan yang akan disampaikan; dan b) bagaimana preskripsi-preskripsi sikap (seperti kesukaan dan ketidaksukaan) khalayak sasaran bertalian dengan gagasan yang hendak ditawarkan.
3.      Inventarisasi media dan dampak, meliputi: a) pengadaan (availabilitas) dan perolehan (aksebilitas) dari media (saluran) komunikasi yang berbeda-beda; b) inventarisasi perangkat keras dan lunak; c) profil media seperti: readership, listenership, tingkat kejenuhan media, dan lain-lain; d) persepsi-persepsi visual, auditif, audio visual, dan sebagainya.

Perumusan sasaran dan tujuan komunikasi
Pada tingkat ini ada empat persoalan pokok yang perlu dipertanyakan untuk menentukan arah sasaran dan tujuan komunikasi yang direncanakan: a) siapa yang menjadi khalayak sasaran tertentu dan harus dicapai? Khalayak sasaran ini diusahakan sekhusus mungkin, dan dapat terdiri dari beberapa kelompok sasaran prioritas; b) di mana kelompok khusus (tertentu) itu berlokasi?; c) mengapa kelompok tertentu itu dipilih menjadi kelompok sasaran?; d) dengan alasan apa (mengapa) harus dicapai, maka jenis pesan apa yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran tertentu itu? Tahapan kedua ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari tahap pertama, sebab kedua tahapan tersebut bekerja secara timbal-balik sehingga harus dilakukan secara simultan, terutama dalam menjawab persoalan “siapa” dan “di mana”.
Analisis perencanaan dan penyusunan strategi
Langkah berikutnya adalah menerjemahkan sasaran dan pernyataan kebutuhan itu ke dalam satu strategi komunikasi yang bisa dikerjakan. Ada dua aspek yang saling berhubungan dari penyusunan strategi, yaitu pemilihan pendekatan komunikatif dan penentuan jenis pesan yang disampaikan.
Analisis khalayak dan segmentasinya
Analisis khalayak sasaran merupakan faktor yang paling penting dalam mendesain suatu strategi komunikasi yang efektif. Segmentasi khalayak biasanya perlu, karena adanya ciri-ciri maupun kebutuhan yang berbeda dari khalayak. Dalam hal ini profil khalayak tercermin dari gaya hidup, sikap, dan nilai-nilai pemikirannya, yang bisa memudahkan pembuatan pesan yang akan disampaikan komunikator.
Seleksi media
Dalam menyeleksi media harus didaftarkan saluran-saluran komunikasi yang bisa mencapai khalayak. Kemudian setiap medium dievaluasi dalam batas-batas aplikabilitasnya untuk melaksanakan pencapaian tujuan komunikasi yang spesifik itu.
Desain dan penyusunan pesan
Dalam tahapan ini tema pesan, tuturan, dan penyajiannya harus ditentukan. Karenanya kegiatan pokok dari tahapan ini adalah mendesain prototipe bahan komunikasi yang juga memerlukan evaluasi formatif seperti pre-testing bahan prototipe pada khalayak sasaran. Khusus mengenai efek-efek yang perlu dipikirkan dalam menyusun strategi komunikasi, terutama dalam rangka pencapaian tujuan yang spesifik, Eric N. Berkowitz bersama Roger A. Kerin mengingatkan pendapat Lavidge tentang perlunya penentuan tujuan yang didasarkan pada hierarki efek yang merupakan rangkaian tingkat kesiapan komunikan dalam menerima pesan komunikasi yang disampaikan kepadanya. Hierarki efek dimaksud terdiri dari lima tahap, yaitu: 1) avereness (mengetahui atau menyadari), tahap di mana komunikan mampu mengenal atau mengingat pesan yang disampaikan kepadanya; 2) interest (perhatian atau minat), tahap di mana terjadi peningkatan keinginan komunikan untuk mempelajari beberapa keistimewaan dari pesan atau stimulus yang datang kepadanya; 3) evaluation (penilaian), tahap di mana komunikan menilai pesan atau stimulus yang diterimannya serta dikonfirmasikan dengan perasaan dan harapannya; 4) trial (percobaan), tahap di mana timbul kesungguhan komunikan untuk mencoba melaksanakan atau menggunakan pesan (gagasan atau barang); dan 5) adoption (pengadopsian), tahap di mana komunikan menerima atau memanfaatkan serta melaksanakan pesan setelah memperoleh pengalaman yang menyenangkan pada tahap percobaan tadi. Maksudnya, proses persuasi ataupun komunikasi dalam satu forum tertentu, seperti retorika, komunikan atau audiens tidak selalu mengubah dirinya secara tiba-tiba dari insan yang tidak tertarik pada pesan komunikasi langsung menjadi yang berkeyakinan akan manfaat pesan yang diterimanya itu.

METODE DAN TEKNIK KOMUNIKASI BAGIRETORIKA 
Mengacu pada tujuan khusus komunikasi kita mengenal beberapa jenis. Untuk tujuan memberitahukan segala peristiwa yang terjadi sehari-hari, dapat dilakukan dengan menggunakan jurnalistik sebagai metodenya.
Untuk tujuan menciptakan dan membina hubungan harmonis antara lembaga dengan publiknya, orang melakukannya dengan menggunakan metode public relation. Kegiatannya merupakan satu usaha dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara institusi dengan publik melalui program kerja yang positif. Suatu hubungan “memberi dan menerima” antara kedua belah pihak sehingga terjalin suasana akrab. Hubungan dimaksud dibentuk melalui program kerja yang positif, dalam arti berusaha secara sistematis guna meningkatkan pengertian, jasa baik (good will), dan kepercayaan publik, serta secara intensif menghilangkan atau mengurangi suara-suara negatif dari publiknya.
Untuk tujuan memberitahu dan menjelaskan sesuatu yang belum pernah diketahui khalayaknya, komunikasi dilakukan dengan metode yang dikenal dengan sebutan pendidikan. Dalam kegiatannya pendidikan merupakan suatu upaya penyesuaian individu dengan suasana dan tuntuta zaman. Khusus bagi bangsa Indonesia, tujuan pendidikan yang sangat mendasar dan elementer adalah:
1.      Mengembangkan semua bakat dan kemampuan seseorang baik yang masih kanak-kanak, maupun yang sudah dewasa, sedemikian rupa sehingga perkembangan tadi mencapai tingkat optimum dalam batas hakikat orang tadi. Pengembangan optimum ini mendasari kemampuan manusia untuk hidup dan bertahan dalam masyarakat secara terhormat.
2.      Menempatkan bangsa Indonesia pada tempat terhormat dalam pergaulan antar bangsa sedunia.
Untuk tujuan memberitahu dalam arti menjelaskan sesuatu yang telah dikenal (diketahui keberadaannya), komunikasi dilakukan dengan menggunakan metode yang disebut penerangan atau penyuluhan yang diarahkan untuk membuat terang dan jelas sesuatu yang telah diketahui keberadaannya. Maksudnya, meskipun sesuatu itu telah diketahui keberadaannya, namun belum jelas hal ihwalnya, baik ciri, fungsi, dan manfaatnya.
Untuk tujuan membujuk dan mengajak orang berbuat kebaikan secara agamis, komunikasi dilakukan dengan metode dakwah (Islam), misi (Katolik), dan zending (Protestan). Aktivitasnya berupa penyebaran ajaran serta ajakan agar orang mau menganut agama yang dianjurkannya.
Untuk tujuan mengisi pikiran orang lain dengan suatu dogma, komunikasi dilakukan dengan menggunakan indoktrinasi (penataran). Kegiatan ini diarahkan untuk mengubah jalan pikiran atau kepercayaan dengan menanamkan ideologi atau falsafah hidup tertentu pada diri orang lain.
Untuk tujuan membujuk orang agar menganut suatu kepercayaan atau melakukan tindakan tertentu serta meyakinkan kebenaran kepercayaan, dilakukan dengan propaganda. Kegiatannya diarahkan pada upaya menyebarkan suatu pola prilaku, usaha bersama dalam pengamalan serta memajukan suatu doktrin, atau mempengaruhi kegiatan orang dengan memanipulasi pandangannya.
 Sebenarnya banyak lagi cara lain untuk mengkomunikasikan suatu gagasan, jasa, ataupun barang selain dari metode komunikasi yang telah diuraikan tadi. Apabila kita cermati tujuan akhirnya, semua metode itu jelas hanya berusaha mengubah sikap, sifat, pendapat, dan prilaku orang yang dijadikan sasaran.

1 komentar: