Fotografi (dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari
kata Yunani yaitu "Fos" : Cahaya dan "Grafo" :
Melukis/menulis.) adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum,
fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek
dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang
peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak
ada foto yang bisa dibuat.
Prinsip fotografi adalah memokuskan cahaya dengan
bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang
telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghailkan
bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya
disebut lensa).
Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk
menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah
mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur
intensitas cahaya tersebut dengan mengubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed), diafragma (Aperture), dan kecepatan rana (speed). Kombinasi antara ISO, Diafragma &
Speed disebut sebagai pajanan (exposure).
Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan,
maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO.
Sejarah Fotografi Jurnalistik
Fotografi jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama sekali,
tetapi lain halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh seorang
warga negara Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini berhasil
melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur (1907-1984) yang
bekerja sebagai kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya sendiri
Frans Soemarto Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa pembacaan teks
Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica, dan pada saat
itulah pada pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis Indonesia
lahir.
Batasan sukses atau
tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan
kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada
foto yang merupakan hasil dari "being in the right place at the right
time" . Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang
melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto
seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting
mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil
untuk diulang kembali.
Etika, empati, nurani
merupakan hal yang amat penting dan sebuah nilai lebih yang ada dalam diri
jurnalis foto.
Seorang jurnalis foto
harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya fotonya, intinya
foto yang dihasilkan harus bisa bercerita sehingga tanpa harus menjelaskan
orang sudah mengerti isi dari foto tersebut dan tanpa memanipulasi foto
tersebut.
Seluk-beluk fotografi dan perkembangannya
Manusia sejak lama memang
sudah lama tertarik pada dunia gambar-menggambar,hal itu terbukti dari penemuan
objek gambar di gua-gua pada masa purba, seperti yang pernah ditemukan di
Altamira, Spanyol dan Cromagnon, Perancis.
Pada perkembangannya,
manusia muncul keinginan untuk mem-visualisasi-kan apa yang mereka lihat ke
dalam bentuk-bentuk benda yang menjadi cikal bakal pemakaian Pictogram (Tulisan
yang berbentuk gambar) seperti yang ditemukan di Mesir purba (Hieroghlyp),
Sumeria (paku), dan lain-lainnya.
Adapun perkembangan
fotografi tidak terlepas penemuan penting Ibnu Haitam dengan kamera
Obskura-nya. Dengan penemuan yang berbentuk ruangan gelap dan di lensa sebagai
tempat keluarnya cahaya, maka dunia "jepret-menjepret" pun dimulai.
Zaman pun berlalu, penemuan
baru pun ditemukan. Kali ini sebuah kaca dijadikan alat untuk menangkap cahaya
yang sebelumnya telah dilapisi dengan zat kimia tertentu. Alat ini merupakan
cikal bakal kamera modern. Setelah penemuan yang penting itu, pers pun akhirnya
memakai penemuan tersebut untuk proses fotografinya. Kira-kira pada abad ke-19
ditetapkan sebagai abad perkembangan fotografi (History of Photography, Alma
Daveport, 1991). Untuk pemakaian pertama, yaitu pada tahun 1653. Harian
Holladsche Mercurius memuat gambar penobatan Cromwell menjadi raja Inggris
Raya.
Sebagai gambaran, bahwa
dengan adanya pemakaian kamera ini, media-media pada zaman dahulu lebih banyak
diminati dan memacu meningkatnya jumlah oplah yang tercetak. Terbukti pada
tahun 1914, Time mampu mencetak 200.000 oplah, dan bahkan pada tahun 1925,
Illustrated Daily News mencetak lebih dari 1.000.000 oplah!
Betapa besar pengaruhnya
di media, sehingga tidak heran jika belakangan ini timbul ide untuk
mengapresiasikan karya tersebut dengan penghargaan tingkat internasional, yang
terkenal dengan Pulitzer Award. Pada era sekarang pun, fotografi jurnalistik
sudah dikategorikan dalam sebuah seni.
Fotografi
Jurnalistik
Tidak terlalu sulit sebenarnya untuk
dapat memahami apa itu fotografi jurnalistik. Karena hari ini kegiatan
fotografi bukan lagi sebuah kegiatan yang dilakukan beberapa orang saja.
Perkembangan tekhnologi mampu membuat fotografi semakin mudah dipelajari dan
dipergunakan. Mulai dari hand phone berkamera sampai pada kamera digital SLR
(Single Lens Reflex) dibuat untuk semakin mudah digunakan.
Semakin familiarnya kita dengan fotografi, membuat
kita sedikit banyak mengerti tentang, bilamana kita harus menjepret. Ya,
terkadang kita merasa perlu menjepretkan kamera yang ada di tangan kita, ketika
berada dikondisi atau moment yang kita rasa penting untuk diabadikan. Entah itu
saat kita berpetualang bersama sahabat, pacar, saat perpisahan, pernikahan,
sampai pada ketika diri kita merasa paling tampan atau cantik tidak luput dari
jepretan kamera.
Begitupula dengan fotografi jurnalistik, menjepret
suatu moment yang penting untuk disampaikan pada khalayak umum. Tidak jauh
berbeda dengan apa yang sering kita jepret biasanya, cuman yang membedakan,
kalau yang kita jepret biasanya lebih untuk kepentingan individu dan bebrapa
orang saja sedangkan foto jurnalistik penting untuk di ketahui khalayak umum.
Persis! Seperti apa yang telah diungkapkan Henri Cartier-Bresson,
salah satu pendiri agen foto terkemuka di dunia Magnum,
bahwa fotografi jurnalistik berkisah dengan gambar, melaporkannya dengan sebuah
kamera, merekamnya dalam waktu, yang seluruhnya berlangsung saat citra tersebut
mengungkapkan sebuah cerita.
Dari sini jelaslah bahwa fotografi jurnalistik tidak
hanya sekedar foto yang asal jepret, harus ada pesan didalamnya. Seperti apa
yang dikatakan Wilson Hicks, seorang editor majalah life, bahwa
foto jurnalistik adalah gabungan antara kata dan gambar. Maka itu sebuah foto
juranlistik tidak mampu berdiri sendiri. Harus ada teks/caption yang
mendampinginya. Sederhananya begini, kalau tulisan berita memuat 5w+1h bukankah
berarti foto jurnalistik juga seperti itu? Lalu mungkinkah sebuah foto mampu
mengcover 5w+1h? Tentu saja tidak mungkin! Oleh karenanya keberadaan
teks/caption perlu diadakan untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami foto
yang ditampilkan.
Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi
lainnya. Ada beberapa elemen yang harus dipenuhi dalam sebuah foto untuk bisa
dikategorikan sebagai foto jurnalistik.
Foto
jurnalistik adalah bagian dari dunia jurnalistik yang menggunakan bahasa visual
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik
jurnalistik. Foto jurnalistik bukan sekadar jeprat-jepret semata. Ada etika
yang selalu dijunjung tinggi, ada pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada
batasan batasan yang tidak boleh dilanggar, dan ada momentum yang harus
ditampilkan dalam sebuah frame. Hal terpenting dari fotografi jurnalistik
adalah nilai-nilai kejujuran yang selalu didasarkan pada fakta obyektif semata.
Para
pewartanya harus selalu berada di garis depan. Mereka pun selalu siaga di garis
belakang dalam mewartakan sebuah berita kepada masyarakat luas. Pewarta foto
juga dituntut sigap dalam menangkap setiap "momentum" dari sebuah
peristiwa, membingkainya dengan dalam sebuah gambar yang berbeda dari apa yang
dilihat oleh khalayak awam. Pun yang terpenting, mereka harus mengerti dan
paham atas peristiwa yang sedang diabadikannya.
Fotografi
jurnalistik muncul dan berkembang di dunia sudah lama sekali, tetapi lain
halnya dengan di Indonesia, foto pertama yang di buat oleh seorang warga negara
Indonesia terjadi pada detik-detik ketika bangsa ini berhasil melepaskan diri
dari belenggu rantai penjajahan. Alex Mendur (1907-1984) yang bekerja sebagai
kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya sendiri Frans Soemarto
Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa pembacaan teks Proklamasi
kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica, dan pada saat itulah pada
pukul 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 foto jurnalis Indonesia lahir.
Fotografi Jurnalistik Definisi fotografi dapat diketahui dengan
menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada foto yang dihasilkan.
Ciri-ciri foto jurnalis:
1.Memiliki
nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
2.Melengkapi
suatu berita/artikel
3.Dimuat
dalam suatu media.
Sebuah foto
dapat berdiri sendiri, tapi jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap,
mengapa foto begitu penting ?, karena foto merupakan salah satu media visual
untuk
merekam/mengabadikan
atau menceritakan suatu peristiwa.
Semua foto
pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto
dokumentasi (Kartono Ryadi, Editor foto harian Kompas). Perbedaan foto jurnalis
adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalis berarti memilih foto mana
yang cocok. ( ex: di dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti
mengambil/memfoto seluruh peristiwa dari mulai penerimaan tamu sampai selesai,
tapi seorang wartawan foto hanya mengambil yang menarik, apakah public figure
atau saat pemotongan tumpeng saat tumpengnya jatuh, khan menarik) hal lain yang
membedakan antara foto dokumentasi dengan foto jurnalis hanya terbatas pada
apakah foto itu dipublikasikan (media massa) atau tidak.
Nilai suatu
foto ditentukan oleh beberapa unsur:
1. Aktualitas
2.
Berhubungan dengan berita.
3. Kejadian
luar biasa.
4. Promosi.
5.
Kepentingan.
6. Human
Interest.
7. Universal.
Foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian:
1. Spot news
: Foto-foto insidential/ tanpa perencanaan. (ex: foto bencana, kerusuhan, dll).
2.General news : Foto yang terencana (ex : foto SU MPR, foto olahraga).
2.General news : Foto yang terencana (ex : foto SU MPR, foto olahraga).
3.Foto
Feature : Foto untuk mendukung suatu artikel.
4.Esai Foto :
Kumpulan beberapa foto yang dapat bercerita.
Foto yang sukses
Batasan
sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang
matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan. Memang tidak bisa dipungkiri
bahwa ada foto yang merupakan hasil dari being in the right place at the right
time. Tetapi seorang jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang
melakukan riset terhadap subjek,mampu menetukan peristiwa potensial dan foto
seperti apa yang akan mendukungnya (antisipasi). Itu semua sangat penting
mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil
untuk diulang kembali.
Etika,
empati, nurani merupakan hal yang amat penting dan sebuah nilai lebih yang ada
dalam diri jurnalis foto.
Seorang
jurnalis foto harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya
fotonya, intinya foto yang dihasilkan harus bisa bercerita sehingga tanpa harus
menjelaskan orang sudah mengerti isi dari foto tersebut dan tanpa memanipulasi
foto tersebut.
Dalam
ilmu fotografi dikenal berbagai cabang fotografi yaitu fotografi amatir,
fotografi professional, fotografi komersial dan fotografi seni.Fotografi
Jurnalistik merupakan salah satu cabang fotografi yang termasuk dalam bidang
professional, disamping ada fotografi ilmu pengetahuan.
Sebuah karya foto dikatakan memiliki
nilai jurnalistik jika memenuhi syarat jurnalistik yaitu memenuhi kreteria 5 W
dan I H (What, Who, Why, When, Where dan How).
Foto berita/ subyek
Sasaran foto di dalam dunia
fotografi jurnalistik senantisa disebut subyek , bukan obyek.Disebut
subyek karena apapun yang ada di depan mata kita pada hakekatnya merupakan
bagian dari diri kita. Kesadaran ini bakal menggiring kita untuk menghayati
sikap santun kemanusiaan, suatu sikap olah rasa dan olah pikir.Dengan pemahaman
ini, seorang wartawan meliputaneka kejadian dan peristiwa dan mencoba menangkap
drama atau suasana hati yang ceria yang tengah dialami manusia. Ini berarti
secara langsung maupun tak langsung, tiap kejadian atau peristiwa apapun yang
kita hadapi memang ada kaitannya dengan nasib kita juga.
Rincian subyek berita
Subyek berita yang juga lumrah menjadi
garapan kerja fotografi di dunia pers terdiri dari tokoh, tempat peristiwa atau
tokoh di suatu tempat pada suatu peristiwa , secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut;
Tokoh.
Yang dimaksud dengan tokoh untuk memberi
materi berita bukan melulu seseorang dengan status social yang tinggi,
melainkan manusia pada umumnya.Jadi, kalau yang dibahas adalah mengenai seorang
petani atau buruh kasar, maka untuk kepentingan foto adalah pak Tania tau pak
Buruh sebagai tokohnya.
Tempat.
Adalah area atau setumpuk tanah, sebuah
bangunan , lingkungan perumahan, sebuah desa atau kota dan sebagainya.
Peristiwa .
Aneka ragam subyek yang bentuknya tidak
bakal ada duanya , tidak akan terjadi dua kali dalam bentuk serupa.
Gabungan.
Tiga jenis subyek diatas sering terpadu,
baik tokohnya Mashur, atau tempatnya memang terkenal , atau peristiwa itu
sendiri melibatkan tokoh dan tempat terkenal.Dari tiap subyek yang memang sudah
dianggap layak berita itu kemudian
diberi tempat di halaman Koran atau majalah.Ada jatah halaman satu atau dua dan
seterusnya ditentukan menurut kategori berita.
Kategori Foto berita.
Seperti disebut dimuka, jatah tempat
sebuah foto di media cetak ditentukan berdasarkan bobot kandungan beritanya.Hal
ini dibagi menurut tertib umumnya di dunia pers yang dikenal dengan istilah
kategorisasi. Berikut ini sebuah contoh kategorissi secara umum.
Berita Spot
Lazim juga disebut hot news (berita
hangat) atau hard news (berita keras). Berita yang termasuk dalam kategori ini
mencakup ankea peristiwa mendadak yang melukiskan sejarah masa kini dan
berlangsung sepintas.Misalnya peristiwa huru-hara, bencana alam, kecelakaan dan
berbagai kejadian alam serta manusia, yang menuntut kesigapan fotografer untuk
menangkapnya dalam hitungan detiuk.Kunci sukses untuk liputan berita dalam
kategori ini seorang wartawan foto harus berada tepat di pusat peristiwa pada
saat yang tepat, sebab subyek foto jenis ini tidak pernah bisa disuruh
menunggu kehadiran juru foto.
Berita Feature
Ini masih berkaitan dengan sebuah berita
spot, tetapi berbeda dalam segi penggarapannya.satu contoh misalnya rumah
terbakar, untuk sajian berita spot sudah dianggap layak jika sudah melukiskan
kobaran api atau asap hitam yang membubung ke langit.Namun dalam pola kategori
features, pembaca diajak merasakan emosi para korban, denagn menampilkan wajah
manusia sementara situasi morat-marit sebagai latar belakang.Foto-foto dalam
kategori ini bukan sekedar jepretan sepintas (snapshot), tetapi ada upaya
fotografer untuk memilih sudut pandang yang khas.
Berita olah raga
Perbendaharaan pengetahuan untuk tiap
cabang permainan amat menentukan sukses tidaknya membuat foto pada kategori
ini.Kreatifitas sang fotografer selalu diuji oleh keadaan atau
peristiwanya.Cara menangkap momen penting disini juga patut disimak, apakah
mampu member sensai tersendiri ataukah hanya mengulang peristiwa yang pernah
ada.Orisinalitas sudat pandang didalam fotokategori ini layak dihargai sama
pentingnya dengan bahan liputannya itu sendiri.
Berita Potret
Pengertian potret (Potrait) dalam foto
jurnalistik bukan melulu berupa close Up yang mampu menampilkan karakteristik
dan suasana hati sang subyek terkenal.Paling utama adalah keunggulan
pengungkapan kreatif dari watak seorang tokoh, hingga seakan-akan merupakan
sebuah biografi visual.Hal ini dapat disajikan dalam bentuk Close Up atau
ditengah suatu situasi atau kegiatan tertentu.
Berita Fesyen (Fashion)
Dalam kajian berita Fashion, ada dua
kegiatan yang harus diliput oleh fotografer yaitu kegiatan pentas dan kegiatan
studio. Kedua bentuk kegiatan itu penanganan fotografisnya adalah serba
khas.Kegiatan pentas atau panggung menuntut keunggulan fotografer untuk
mengabadikan dalam tempo terbatas tanpa dipengaruhi unsure-unsur lain.Sedangkan
kegiatan studio, seorang fotografer harus terlibat kerja sama dengan pentas
rambut, perias wajah atau piñata artistic serta pihak lain yang menunjang
suksesnya penyajian subyek foto tersebut.
Berita Pariwisata
Pemberitaan Foto dari kategori ini
adalah mengangkat kegiatan di sekitar obyek wisata. Pemberitaan semacam ini
yang terpenting adalah mengandung nilai informasi bagi public awam, baik
mengenai tempat dengan suasana yang unik maupun mengenai bentuk adat serta
budaya local yang menambah pengetahuan pembaca di daerah lain.
Berita Celah Kehidupan
Berita dalam kategori ini boleh
dikatakan lumrah meskipun tanpa terikat syarat unsure kehangatan (hot news).
Yang diutamakan pada foto dalam kategori ini adalah segi keunikan subyeknya.Di
negeri kita tercinta ini sasaran fotografis mengenai subyek semacam ini boleh
dibilang melimpah. Selalu ada bahannya, asal saja sang fotografer jeli
mengamatinya sehingga nantinya akan tercipta foto yang amat menarik.
Manipulasi foto, Hal Tabu dalam Fotografi Jurnalistik
Manipulasi foto, Hal Tabu dalam Fotografi Jurnalistik
Seorang wartawan foto bertugas
untuk menghasilkan foto yang bercerita. Foto bercerita yang dimaksud adalah
foto yang bisa menyampaikan pesan yang tersirat dalam foto tersebut. Wartawan
foto memang dihadapkan pada sebuah moment yang dinamis. Walau demikian, dalam
menghasilkan karya tersebut, seorang wartawan foto dilarang melakukan
manipulasi terhadap hasil fotonya. Karena hal itu sama saja dengan tidak
menampilakan cerita sesungguhnya dan bisa termasuk perbuatan membohongi publik.
Contoh manipulasi foto yakni dengan menambahkan objek dalam yang dibuatnya agar
foto tersebut tampak bercerita. Oleh karena itu upaya memanipulasi dalam foto
adalah hal yang tabu dalam fotografi jurnalistik.
Demikian diungkapkan oleh Fergananta Indra, Jurnalis
Foto.
Untuk mendapatkan hasil foto yang memuaskan, wartawan
foto harus menguasai alat tempurnya yakni kamera. Jangan sampai ketika bertugas
masih dibingungkan oleh anatomi kamera. “Kamera bagi seorang wartawan foto itu
laksana Handphone, kita bahkan tidak perllu melihat layar ketika mengetik SMS,
karena kita sudah tahu detail HP tersebut,”urainya.
Menurut Fergananta, kamera tidak harus selalu Digital
Single-Lens Reflex (DSLR), yang penting adalah wartawan tersebut menguasai
kompisisi objeknya. Fergananta juga melihat bahwa penguasaan tehnik merupakan
hal penting dalam menghasilkan karya. Persentase pengaruh penguasaan tehnik
dalam menghasilkan foto yang bagus bisa mencapai 50%-60 %. Namun menurutnya ada
satu hal yang juga sangat penting di miliki oleh seorang wartawan foto yakni
Sense of News. Wartawan foto tersebut harus memiliki insting yang kuat untuk
melihat sisi lain dari sebuah moment. “Wartawan foto tersebut harus punya
naluri bagaimana menciptakan foto yang bercerita tadi,”urainya.
Namun penguasaan tehnik fotografi dan sense of news
juga harus di dukung dengan kemampuan lobi yang kuat. Biasanya
wartawan foto harus melobi objek untuk di foto. Kadang di Instansi
tertentu ada larangan untuk memoto. Hal ini terkait dengan kode jurnalistik,
wartawan foto harus mematuhi peraturan tempat dia sedang bertugas. “Jadi,
jangan memotret jika dilarang memotret,”ungkapnya.
Menurut Fergananta, foto jurnalistik bisa mempunyai
kekuatan yang luar biasa untuk mengubah dunia. Ia mencontohkan salah satu foto
hasil karya seorang wartawan foto salah satu media cetak di Indonesia, foto
seorang gadis kecil yang terkapar pada saat demonstrasi reformasi 1998.
Pada saat itu, foto tersebut dapat menumbuhkan semangat para mahasiswa dan
elemen masyarakat lainnya untuk melewan rezim orde baru pada saat itu. Foto jurnalistik
juga mampu memberikan pengaruh pada proses pengambilan kebijakan oleh
pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar